Titik nol. Berulang kali mendengar istilah itu, berulang kali melihat orang-orang yang mengaku sedang berada dititik itu. Dan sekarang nasib membawa saya ke titik itu. Titik dimana saya merasa tidak punya apa-apa. Titik dimana siapa pun yang saat ini menggenggam tangan saya serasa tak punya arti apa-apa.
Beberapa hari ini saya habiskan merenung. Mencari-cari apa yang salah. Mencoba mengingat kembali di bagian mana usaha saya melemah. Sempat saya berkesimpulan saya tidak berusaha sama sekali. Tapi saya berusaha, dan mungkin memang sudah seperti ini hasil dari usaha saya. Tidak perlu lagi memikirkannya berulang-ulang kali.
Saya
selalu bercita-cita menjadi wanita yang kuat. Keinginan ini saya
tanamkan berkali-kali di pikiran saya. Saya lafalkan bila hal-hal tidak
berjalan sesuai yang saya harapkan. Namun kali ini, saya ingin menyerah
saja. Yang saya inginkan hanya tertidur dan ketika bangun keesokan
harinya semua sudah baik kembali. Semua berjalan sebagaimana mestinya.
Tapi hal-hal seperti itu hanya ada di dunia dongeng bukan? Yang dengan
sekali ayunan tongkat segalanya bisa berubah.
Sempat
saya berharap yang muluk-muluk. Berjanji sekuat tenaga akan memperbaiki
semua hal yang saya biarkan rusak belakangan ini. Namun bukan janji
yang saya ikrarkan sepenuh hati yang berarti kan?Bukan sumpah yang saya
coretkan dimana pun tangan saya bisa menulis? Bukan. Bukan semua itu
yang penting. Yang penting nantinya adalah langkah-langkah yang saya
jalani untuk menjadikan janji itu tidak hanya sekedar kata.
Saya
lelah. Lelah berbohong. Bukankah janji yang tidak ditepati sama halnya
dengan berbohong kepada diri sendiri? Bagaimana nantinya saya mampu
memegang amanah bila janji pada diri sendiri saja tidak mampu saya
penuhi? Saat ini yang saya inginkan hanya pelukan hangat ibu saya. Tidak
akan menjadikan semua baik memang, tapi semua amunisi yang saya
butuhkan untuk memulai langkah saya kembali ada di sana. Juga pada
genggaman Tuhan saya.
. . .
Ini
mungkin titik nol saya. Dan saya sudah belajar banyak untuk tidak lagi
membuat ikrar kosong. Untuk itu, untuk orang-orang yang saya kecewakan,
saya tidak bisa janjikan bahwa saya pasti akan berubah. Saya hanya bisa
berjanji akan ada langkah untuk setidaknya tidak mengulang kekecewaan
yang sama kepadamu semua. Cukup percaya dan tunggu saya di seberang
sana. Meski tertatih, saya akan menyusul. Bukankah nol merupakan awal
dari segala sesuatu? Anggap saja saat ini odometer saya telah mencapai
batas, dan Tuhan memberi kesempatan untuk sekali lagi untuk memulai
semua dari awal. Dari nol. Zero is the beggining of everything! Isn't
it?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for your caring..... :)