"Ya, aku bisa mencintaimu seperti peri gigi. Yang kau bisa percaya, untuk kau titipkan apa yang pernah patah dari hidupmu"
_HakunaMatata
Ini kata-kata yang paling senang kamu kutip dari blog yang kamu tahu senang aku datangi.
Karena kamu gagu bila berhadapan dengan kata-kata.
Kamu lebih senang membawakan kata-kata kepunyaan orang lain yang sekiranya maksudmu dapat terwakilkan disana.
Seperti
pada saat kamu begitu sibuk mencoba meyakinkan bahwa meninggalkan
"keluarga lain" yang aku punya itu keputusan paling bodoh yang akan
kubuat, kamu berulang kali mengulang "meninggalkan tempat yang menjadi
rumahmu itu bukan pilihan, bodoh bila pikiranmu bahkan
mengkategorikannya sebagai sesuatu yang dapat dipilih". Entah dari mana
kamu mendapatkan kata-kata itu.
Terima kasih untuk usahamu menyederhanakan isi pikiranku yang ruwet beberapa hari ini.
Terima
kasih untuk begadang bermalam-malam hanya untuk mendengarkan
pertimbangan-pertimbangan aneh yang terus saja ku ulang demi meyakinkan
hatiku bahwa tak banyak yang akan aku kecewakan dengan apa yang ku
putuskan nantinya.
Terima kasih. Kamu!
Ah, kamu benci kata ganti itu bukan?
Baik, untuk sekali ini tidak apalah.
Terima kasih Khaidir Akbar Rizki.
Senang?
Kamu,
entah mengapa aku lebih senang menggunakan kata itu untuk menyebutmu.
Mungkin karena aku masih selalu berusaha berjarak. Memisahkanmu sebisaku
dari kehidupan lain yang ku punya. Tidak perduli seberapa besar kamu
selalu berusaha untuk memasuki tiap bagiannya. Hey, kamu tahu kan aku
tidak berusaha menyembunyikanmu? Aku hanya berusaha mejadikan segalanya
hanya diantara kita saja. Kamu tahu aku paling benci ketika kehidupan
pribadiku dijadikan tolok ukur orang lain untuk menilaiku.
Keadaan
beberapa saat lalu memberikan banyak pelajaran untukku. Pertama, bukan
suatu pilihan untuk meninggalkan salah satu tempat yang menjadi rumah
bagiku. Bukan, itu sama sekali bukan pilihan. Aku bodoh ketika bahkan
mengkategorikannya sebagai pilihan. Meski ada hal lain yang harus aku
korbankan untuk mempertahankannya, itu tak mengapa. Yang kedua, seberapa
besar pun usahaku untuk memisahkanmu dari bagian hidupku yang lain,
menjadikan semuanya hanya diantara kita saja, itu tak akan pernah
berhasil. Karena apapun yang terjadi, kamu selalu menjadi salah satu
tempat untukku berkeluh-kesah.
Lega rasanya bisa menuliskan ini semua.
Karena aku selalu tidak pernah diberi kesempatan untuk berterima kasih padamu.
Kamu benci bila aku berterima kasih.
Hey, mengapa begitu banyak hal yang senang ku lakukan namun kau membenci itu?
Sekarang aku ingin berterima kasih kepada Tuhanku, Allah SWT.
Untuk cobaan-Nya yang mendewasakan.
Untuk jalan keluar yang membuatku tak harus membuang bagian penting dalam hidupku.
Untuk kehadiranmu yang selalu menjadi tali yang mengikatku ke bumi. Tak lepas landas kelangit.
Untuk kesabaran yang dianugerahkan-Nya padamu dalam menghadapiku dan cara berpikirku yang terkadang tidak rasional menurutmu.
Terima kasih. Terima kasih Tuhan. Terima kasih untuk kasih-Mu yang selalu menjadi amunisiku menghadapi semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks for your caring..... :)