Setapak-setapak bersimpangan. Langkah semakin kerap, berjalan, hingga hampir berlari. Apa yang kita cari? Apa yang kau cari?
Ah, saya juga kerap hilang pedoman. Dulu, saya kesana-kemari membawa nyala 'kita' sebagai penghangat asa. Berharap demikian pula engkau. Namun, setiap kesempatan yang tak kita lunaskan dengan temu. Setiap tempat yang menggarisi jarak, meruntuhkan tempat saya dihatimu, ternyata.
Hingga tiba harinya semua memuncak. Meledakkan 'kita'. Sepucuk surat berisi pilihan-pilihan sulit. Saya tidak pernah menyangkan akan tiba harinya ketika semua perasaan saya, semua yang saya perjuangkan selama ini, akan dikonversikan ke dalam selembar kertas. Terdiam. Kebingungan. Saya seperti seorang anak yang pegangannya terlepas dikeramaian pasar malam. Entah harus kemana. Belum lagi sakit yang sangat, hingga tak mampu air mata saya menetes. Dan ketika tak tahan lagi, saya tergugu, tersengal dan mesti menumpukan kepala di lutut, dengan mulut menggigit buku jari untuk menahan sedu.
Hidup. Kompleks dan akan selalu membawa kita ke saat-saat seperti ini. Persimpangan-persimpangan yang mesti dijelajahi. Pilihan-pilihan yang mesti diputuskan. Saya memilih mundur, kau tahu. Tidak berarti putus pula semua hubungan perasaan. Siapa dapat menghapus hubungan yang dibentuk Tuhan?
Semoga. Ini semoga yang besar, suatu saat nanti akan tiba harinya ketika saya mampu melihat kebaikan dibelakang ini semua. Ketika saat melihatmu, melihat kalian, tidak ada lagi airmata sepulang saya ke rumah. Saya rindu, kau tahu?
Hidup. Kompleks dan akan selalu membawa kita ke saat-saat seperti ini. Persimpangan-persimpangan yang mesti dijelajahi. Pilihan-pilihan yang mesti diputuskan. Saya memilih mundur, kau tahu. Tidak berarti putus pula semua hubungan perasaan. Siapa dapat menghapus hubungan yang dibentuk Tuhan?
Semoga. Ini semoga yang besar, suatu saat nanti akan tiba harinya ketika saya mampu melihat kebaikan dibelakang ini semua. Ketika saat melihatmu, melihat kalian, tidak ada lagi airmata sepulang saya ke rumah. Saya rindu, kau tahu?